Deskripsi masalah:
1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
(a) Emas, perak, dan logam mulia lainnya; (b) Uang dan surat berharga lainnya;
(c) Perniagaan; (d) Pertanian, perkebunan, dan kehutanan; (e) Peternakan dan
perikanan; (f) Pertambangan; (g) Perindustrian; (h) Pendapatan dan jasa; dan, (i) Rikaz.
Memang, secara eksplisit tidak disebutkan
istilah profesi dalam pasal tersebut, akan tetapi dalam sub (h) pasal 4 ayat
(2) disebutkan bahwa diantara bentuk zakat mal adalah pendapatan dan jasa.Ini
berarti memberikan peluang terhadap bentuk aktifitas-aktfitas dan jasa yang
menghasilkan pendapatan materi. Pada tahap inilah kemudian bermakna bahwa
setiap profesi yang menghasilkan pendapatan materi harus dikeluarkan zakatnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang
halal, baik yang dilakukan sendiri maupun berserikat, seperti seorang pegawai
maupun karyawan, apabila penghasilan dan pendapatannya mencapai nishab, maka
wajib dikeluarkan zakatnya.
Pertanyaan:
1. Bagaimana legalitas hukum zakat profesi
dalam perspektif fiqh lintas mazhab?
2. Apakah UU No 23 Tahun 2011 yang salah satu
muatannya mewajibkan zakat profesi, wajib ditaati?
3. Bolehkah pemerintah atau perusahaan
bekerjasama dengan BAZ melakukan auto debet atas gaji pegawainya sebagi bentuk
pembayaran zakat profesi?
4. Bagaimana nishab, syarat dan cara
mengeluarkan zakat profesi?
Jawaban:
1. Pada zaman Rasulullah SAW bahkan hingga
masa berikutnya selama ratusan tahun tidak ada dan tidak dikenal istilah zakat profesi.
Literatur-literatur Fiqih klasikpun yang menjadi rujukan umat ini tidak
mencantumkan pembahasan bab zakat profesi di dadalamnya.
Walaupun pada masa Rasulullah SAW telah ada beragam
profesi, namun kondisinya, dari segi penghasilan, berbeda dengan zaman
sekarang. Di masa itu penghasilan yang cukup prospektif dan menghasilkan omzet
besar berbeda dengan zaman sekarang. Diantaranya adalah pedagang, petani, dan
peternak. Sebaliknya di era sekarang tidak sedikit profesi-profesi tersebut
justeru berada di kalangan penghasilan menengah ke bawah. Sedangkan
profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tapi dari sisi pendapatan saat
itu tidaklah merupakan pekerjaan yang mendatangkan materi besar, di zaman
sekarang justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah penghasilan
besar dalam waktu yang singkat seperti dokter spesialis, arsitek, programer,
pengacara, pegawai pemerintahan dan sebagainya. Nilainya bisa ratusan kali
lipat dari petani dan peternak miskin di desa-desa.
Perubahan Sosial inilah yang mendasari ijtihad para
ulama kekinian untuk melihat kembali cara pandang kita dalam menentukan
siapakah orang kaya dan siapakah orang miskin. Karena substansi zakat itu
adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan pada orang miskin. Zaman telah
merubah strata profesi namun prinsip zakat tidak berubah. Alhasil Si kaya haruslah
menyisihkan uangnya untuk Si miskin. Itulah substansi Zakat. Namun demikian
zakat adalah rukun islam yang landasannya harus qath’i, sementara
landasan kuat zakat profesi tidak ada dalam quran maupun hadits. Karenanya
tidak ada pendapat dari 4 madzhab yang menjelaskan dan merekomendasikan adanya
zakat profesi.
Dengan demikian, zakat profesi merupakan ijtihad para
ulama di masa kini yang nampaknya cukup memiliki alasan dan dasar yang cukup
kuat. Dengan catatan harus mencapai haul
(masa setahun) dan nishab. Akan tetapi tidak semua ulama sepakat dengan
pendapat tersebut. Apalagi seperti praktek zakat profesi dalam deskripsi di
atas yang dipotong langsung meskipun melalui pernyataan. Karena zakat haruslah
dari harta yang sudah dimiliki, sementara potong langsung berarti mengambil
zakat dari harta yang belum dimiliki.
Referensi:
العمل: إما حر غير مرتبط بالدولة كعمل الطبيب والمهندس
والمحامي والخياط والنجار وغيرهم من أصحاب المهن الحرة. وإما مقيد مرتبط بوظيفة تابعة للدولة أو نحوها
من المؤسسات والشركات العامة أو الخاصة، فيعطى الموظف راتباً شهرياً كما هو معروف.
والدخل الذي يكسبه كل من صاحب العمل الحر أو الموظف ينطبق عليه فقهاً وصف «المال
المستفاد». والمقرر في المذاهب الأربعة أنه لا زكاة في المال المستفاد حتى يبلغ
نصاباً ويتم حولاً، ويزكى في رأي غير الشافعية المال المدخر كله ولو من آخر لحظة
قبل انتهاء الحول بعد توفر أصل النصاب. ويمكن القول بوجوب الزكاة في المال المستفاد
بمجرد قبضه، ولو لم يمض عليه حول، أخذاً برأي بعض الصحابة (ابن عباس وابن مسعود
ومعاوية) وبعض التابعين (الزهري والحسن البصري ومكحول) ورأي عمر بن عبد العزيز،
والباقر والصادق والناصر، وداود الظاهري.
(الفقه الإسلامى وأدلته، دار الفكر ص: 1947
ج: 3)
2.
Perkara yang menuai perselisihan (khilafiyah) di kalangan
ulama, ketika menjadi keputusan imam, dalam hal ini pemerintah, hukumnya wajib
ditaati asalkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam konteks yang
diperdebatkan. Adapun zakat profesi jika diwajibkan oleh pemerintah, maka wajib
ditaati dengan syarat mencapai satu nishab dan haul (mencapai setahun)
sesuai pendapat beberapa ulama yang mensyaratkannya. Atau mungkin juga bisa
mengikuti pendapat sebagian sahabat yang berpendapat bahwa al-maal
al-mustafaad (harta simpanan) yang dalam hal ini menjadi analog zakat
profesi, wajib dikeluarkan ketika mendapatkannya tanpa menunggu haul.
Namun praktek keduanya mengharuskan sudah diterimanya uang/harta terlebih
dahulu, tidak melalui potong langsung.
Referensi:
ويمكن القول بوجوب الزكاة في المال المستفاد بمجرد قبضه،
ولو لم يمض عليه حول، أخذاً برأي بعض الصحابة (ابن عباس وابن مسعود ومعاوية) وبعض
التابعين (الزهري والحسن البصري ومكحول) ورأي عمر بن عبد العزيز، والباقر والصادق
والناصر، وداود الظاهري.
(الفقه الإسلامى وأدلته، دار الفكر ص: 1947
ج: 3)
3.
Tidak diperbolehkan
4.
Nishab zakat profesi adalah 2,5% baik yang memberlakukan adanya
haul maupun yang menyamakan dengan al-maal mustafaad (tidak mensyaratkan
haul), sesuai dengan nash-nash yang mewajibkan zakat nuqud (uang).
Referensi:
ومقدار الواجب: هو ربع العشر، عملاً بعموم النصوص التي
أوجبت الزكاة في النقود وهي ربع العشر، سواء حال عليها الحول، أم كانت مستفادة.
(الفقه الإسلامى وأدلته، دار الفكر ص: 1947 ج: 3)
0 komentar:
Posting Komentar